Keuangan
Negara
Keuangan Negara adalah
semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang,
serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang
dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban
tersebut.[1]
Definisi keuangan negara sebagaimana tersebut di atas
berasal dari bunyi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003tentang Keuangan Negara. Namun, pendekatan yang digunakan
dalam merumuskan keuangan negara sebenarnya berasal dari subjek, objek, proses,
dan tujuan, sebagaimana diuraikan berikut ini:[2]
§
Dari sisi objek, yang
dimaksud dengan keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam
bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, serta segala sesuatu baik berupa uang, maupun berupa
barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut.
§
Dari sisi subjek, yang
dimaksud dengan keuangan negara meliputi seluruh objek sebagaimana tersebut di
atas yang dimiliki negara, dan/atau dikuasai
oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, Perusahaan Negara/Daerah, dan badan lain
yang ada kaitannya dengan keuangan negara.
§
Dari sisi proses, keuangan
negara mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan
objek sebagaimana tersebut di atas mulai dari perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan sampai
denganpertanggunggjawaban.
§
Dari sisi tujuan, keuangan
negara meliputi seluruh kebijakan, kegiatan dan hubungan hukum yang
berkaitan dengan pemilikan dan/atau penguasaan objek sebagaimana tersebut di
atas dalam rangka penyelenggaraanpemerintahan negara.
Daftar isi
|
Keuangan
Negara Indonesia
Menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, pengelolaan keuangan negara diwujudkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
yang ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara
terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam
Pasal 23C disebutkan bahwa hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan
undang-undang.
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar 1945 tersebut,
saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara. Undang-Undang menggantikan banyak ketentuan peninggalan jaman
kolonial Belanda yang sebelumnya berlaku, yakni:
§
Indische Comptabiliteitswet
yang lebih dikenal dengan nama ICW Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 selanjutnya
diubah dan diundangkan dalam Lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan
terakhir Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai
berlaku pada tahun 1867;
§
Indische Bedrijvenwet (IBW) Staatsblad Tahun 1927 Nomor 419 jo. Staatsblad Tahun 1936 Nomor 445;
dan
Hal-hal baru dan/atau perubahan mendasar dalam ketentuan
keuangan negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 meliputi
pengertian dan ruang lingkup keuangan negara, asas-asas umum pengelolaan
keuangan negara, kedudukan Presiden sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara, pendelegasian kekuasaan Presiden kepada Menteri Keuangan dan
Menteri/Pimpinan Lembaga, susunan APBN dan APBD, ketentuan mengenai penyusunan
dan penetapan APBN dan APBD, pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah
pusat dan bank sentral, pemerintah daerah dan pemerintah/lembaga asing,
pengaturan hubungan keuangan antara pemerintah dengan perusahaan negara,
perusahaan daerah dan perusahaan swasta, dan badan pengelola dana masyarakat,
serta penetapan bentuk dan batas waktu penyampaian laporan pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN dan APBD.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 juga telah
mengantisipasi perubahan standar akuntansi di lingkungan pemerintahan di
Indonesia yang mengacu kepada perkembangan standar akuntansi di lingkungan
pemerintahan secara internasional.
Ketentuan Umum
Ruang Lingkup
Keuangan negara meliputi:
1.
hak negara untuk memungut
pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
2.
kewajiban negara untuk
menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan
pihak ketiga;
3.
Penerimaan Negara;
4.
Pengeluaran Negara;
5.
Penerimaan Daerah;
6.
Pengeluaran Daerah;
7.
kekayaan negara/kekayaan
daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
8.
kekayaan pihak lain yang
dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan
dan/atau kepentingan umum;
9.
kekayaan pihak lain yang
diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Yang dimaksud dengan "kekayaan pihak lain yang
diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah" meliputi
kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah,
yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan
negara/daerah.
Prinsip
Prinsip-prinsip Keuangan Negara adalah sebagai berikut:
1.
Keuangan Negara dikelola
secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis,
efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan
dan kepatutan. Jelasnya, setiap penyelenggara negara wajib mengelola keuangan
negara secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan. Pengelolaan dimaksud mencakup keseluruhan kegiatan
perencanaan, penguasaan, penggunaan, pengawasan, dan pertanggung-jawaban.
2.
APBN, perubahan APBN, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan
undang-undang.
3.
APBD, perubahan APBD, dan
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.
4.
APBN/APBD mempunyai fungsi
otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
5.
Semua penerimaan yang
menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran
yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN.
6.
Semua penerimaan yang
menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran
yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.
7.
Surplus penerimaan
negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun
anggaran berikutnya.
8.
Penggunaan surplus
penerimaan negara/daerah untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada
Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari
DPR/DPRD.
Fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi,
distribusi, dan stabilisasi yang dimiliki oleh APBN/APBD mengandung arti
sebagai berikut:
§
Fungsi otorisasi mengandung
arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
§
Fungsi perencanaan
mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
§
Fungsi pengawasan
mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan.
§
Fungsi alokasi mengandung
arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas
perekonomian.
§
Fungsi distribusi
mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan.
§
Fungsi stabilisasi
mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Tahun Anggaran dan Mata Uang
Tahun Anggaran meliputi
masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31
Desember.
Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan
pertanggungjawaban APBN/APBD adalah mata uang Rupiah.
Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur oleh Menteri Keuangan sesuai
dengan ketentuanperundangan-undangan yang berlaku.
Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Negara di
Tangan Presiden
Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.
Kekuasaan pengelolaan Keuangan Negara dimaksud meliputi kewenangan yang
bersifat umum dan kewenangan yang bersifat khusus:
§
Kewenangan yang bersifat
umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, dan prioritas dalam
pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan
pertanggungjawaban APBN, penetapan pedoman penyusunan rencana kerja kementerian
negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan, serta pedoman pengelolaan
Penerimaan Negara.
§
Kewenangan yang bersifat
khusus meliputi keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan pengelolaan
APBN, antara lain keputusan sidang kabinet di bidang pengelolaan APBN,
keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan aset dan
piutang negara.
Kekuasaan pengelolaan keuangan negara oleh Presiden:
§
dikuasakan kepada Menteri
Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan
kekayaan negara yang dipisahkan.
§
dikuasakan kepada
menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian
negara/lembaga yang dipimpinnya.
§
diserahkan kepada
gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola
keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
§
tidak termasuk kewenangan
dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang,
yang diatur dengan undang-undang.
Yang dimaksud dengan lembaga dalam frase
"kementerian negara/lembaga" adalah lembaga negara dan lembaga
pemerintah nonkementerian negara. Di lingkungan lembaga negara, yang dimaksud
dengan pimpinan lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pengelolaan
keuangan lembaga yang bersangkutan.
Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan
untuk mencapai tujuan bernegara. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi
pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara dimaksud setiap tahun disusun APBN
dan APBD.
Tugas Menteri/Pimpinan Lembaga
Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna
Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai
tugas sebagai berikut:
§
menyusun rancangan anggaran
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
§
menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran;
§
melaksanakan anggaran
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
§
melaksanakan pemungutan
penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
§
mengelola piutang dan utang
negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
§
mengelola barang
milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga
yang dipimpinnya;
§
menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
§
melaksanakan tugas-tugas
lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
Yang dimaksud dengan piutang dan utang negara adalah
sebagai berikut:
§
Yang dimaksud dengan
piutang adalah hak negara dalam rangka penerimaan negara bukan pajak yang
pemungutannya menjadi tanggung jawab kementerian negara/lembaga yang
bersangkutan.
§
Yang dimaksud dengan utang
adalah kewajiban negara kepada pihak ketiga dalam rangka pengadaan barang dan
jasa yang pembayarannya merupakan tanggung jawab kementerian negara/lembaga
berkaitan sebagai unit pengguna anggaran dan/atau kewajiban lainnya yang timbul
berdasarkan undang-undang/keputusan pengadilan.
Adapun penyusunan dan penyajian laporan keuangan adalah
dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan negara,
termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.
Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah
Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah:
§
dilaksanakan oleh kepala
satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;
§
dilaksanakan oleh kepala
satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :
§
menyusun dan melaksanakan
kebijakan pengelolaan APBD;
§
menyusun rancangan APBD dan
rancangan Perubahan APBD;
§
melaksanakan pemungutan
pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
§
melaksanakan fungsi
bendahara umum daerah;
§
menyusun laporan keuangan
yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat
pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
§
menyusun anggaran satuan
kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
§
menyusun dokumen
pelaksanaan anggaran;
§
melaksanakan anggaran
satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
§
melaksanakan pemungutan
penerimaan bukan pajak;
§
mengelola utang piutang
daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang
dipimpinnya;
§
mengelola barang
milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah
yang dipimpinnya;
§
menyusun dan menyampaikan
laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
Penyusunan dan penyajian laporan keuangan dimaksud adalah
dalam rangka akuntabilitas dan keterbukaan dalam pengelolaan keuangan daerah,
termasuk prestasi kerja yang dicapai atas penggunaan anggaran.
Penyusunan dan Penetapan APBN
Pengertian APBN
§
APBN merupakan
wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan tiap tahun dengan Undang-Undang. APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran
belanja, dan pembiayaan.
§
Pendapatan negara terdiri
atas penerimaan pajak, penerimaan bukan pajak, dan hibah.
Dalam pungutan perpajakan tersebut termasuk pungutan bea masuk dan cukai.
Dalam pungutan perpajakan tersebut termasuk pungutan bea masuk dan cukai.
§
Belanja negara dipergunakan
untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan pusat dan pelaksanaan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Belanja negara dirinci
menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja, dengan penjelasan sebagai
berikut:
§
Rincian belanja negara
menurut organisasi disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga
pemerintahan pusat.
§
Rincian belanja negara
menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, pertahanan, ketertiban
dan keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum,
kesehatan, pariwisata, budaya, agama, pendidikan, dan perlindungan sosial.
§
Rincian belanja negara
menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, dan
belanja lain-lain.
Penyusunan APBN
§
APBN disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan negara dan kemampuan dalam menghimpun
pendapatan negara. Dalam menyusun APBN dimaksud, diupayakan agar belanja
operasional tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
§
Penyusunan Rancangan APBN
sebagaimana dimaksud berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
§
Dalam hal anggaran
diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit
tersebut dalam Undang-undang tentang APBN. Defisit anggaran dimaksud dibatasi
maksimal 3% dari Produk Domestik Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60%
dari Produk Domestik Bruto.
§
Dalam hal anggaran
diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat mengajukan rencana penggunaan
surplus anggaran kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Penggunaan surplus anggaran perlu
mempertimbangkan prinsip pertanggungjawaban antargenerasi sehingga
penggunaannya diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan,
dan peningkatan jaminan sosial.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok
Kebijakan Fiskal
§
Pemerintah Pusat menyampaikan
pokok-pokok kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro tahun anggaran
berikutnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan
Mei tahun berjalan. Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas
kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh
Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN tahun anggaran
berikutnya.
§
Berdasarkan kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan
Perwakilan Rakyat membahas kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk
dijadikan acuan bagi setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan
anggaran.
Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga
§
Dalam rangka penyusunan
rancangan APBN, menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna
barang menyusun rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga (RKA-K/L)
tahun berikutnya. Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud disusun
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai. Rencana kerja dan anggaran
disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran
yang sedang disusun. Rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN.
§
Hasil pembahasan rencana
kerja dan anggaran disampaikan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan
rancangan undang-undang tentang APBN tahun berikutnya.
§
Ketentuan lebih lanjut
mengenai penyusunan rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga
diatur dengan Peraturan Pemerintah. Saat artikel ini terakhir disunting,
Peraturan Pemerintah yang berlaku adalahPeraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010.
Pembentukan Undang-Undang APBN
§
Pemerintah Pusat mengajukan
Rancangan Undang-undang tentang APBN, disertai nota keuangan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus
tahun sebelumnya. Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan Dewan
Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang
mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Undang-undang tentang APBN.
§
Pengambilan keputusan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan
selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan. Perubahan Rancangan Undang-undang tentang APBN dapat diusulkan
oleh DPR sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan defisit anggaran.
§
APBN yang disetujui oleh
DPR terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan jenis
belanja. Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan
Undang-undang sebagaimana dimaksud, Pemerintah Pusat dapat melakukan
pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBN tahun anggaran sebelumnya.
Penyusunan dan Penetapan APBD
Pengertian APBD
APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang
ditetapkan setiap tahun dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran
pendapatan, anggaran belanja, dan pembiayaan. Pendapatan daerah berasal dari
pendapatan asli daerah, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan
jenis belanja, dengan penjelasan sebagai berikut:
§
Rincian belanja daerah
menurut organisasi disesuaikan dengan susunan perangkat daerah/lembaga teknis
daerah.
§
Rincian belanja daerah
menurut fungsi antara lain terdiri dari pelayanan umum, ketertiban dan
keamanan, ekonomi, lingkungan hidup, perumahan dan fasilitas umum, kesehatan,
pariwisata, budaya, agama, pendidikan, serta perlindungan sosial.
§
Rincian belanja daerah
menurut jenis belanja (sifat ekonomi) antara lain terdiri dari belanja pegawai,
belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, dan bantuan sosial.
Penyusunan APBD
§
APBD disusun sesuai dengan
kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah.
Artinya, dalam menyusun APBD dimaksud, diupayakan agar belanja operasional
tidak melampaui pendapatan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
§
Penyusunan Rancangan APBD
sebagaimana dimaksud berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam
rangka mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
§
Dalam hal anggaran
diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup defisit
tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD. Defisit anggaran dimaksud
dibatasi maksimal 3% dari Produk Regional Bruto daerah yang bersangkutan.
Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Regional Bruto daerah yang
bersangkutan.
§
Dalam hal anggaran
diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan surplus tersebut dalam Peraturan
Daerah tentang APBD. Penggunaan surplus anggaran perlu mempertimbangkan prinsip
pertanggungjawaban antargenerasi, sehingga penggunaannya diutamakan untuk
pengurangan utang, pembentukan cadangan, dan peningkatan jaminan sosial.
Kebijakan Umum APBD
Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah, sebagai
landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan Juni tahun
berjalan. DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh Pemerintah
Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaran berikutnya.
Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD, Pemerintah
Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah membahas prioritas dan plafon
anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah.
Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja
Perangkat Daerah
§
Dalam rangka penyusunan
RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku pengguna anggaran menyusun
rencana kerja dan anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA-SKPD) tahun
berikutnya. RKA-SKPD disusun dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang
akan dicapai.
§
RKA-SKPD disertai dengan
prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang sudah
disusun. RKA-SKPD disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD. Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan
kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
Pembentukan Peraturan Daerah Tentang APBD
§
Pemerintah Daerah
mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD, disertai penjelasan dan
dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober
tahun sebelumnya. Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan DPRD.
§
DPRD dapat mengajukan usul
yang mengakibatkan perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Peraturan Daerah tentang APBD. Perubahan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD dapat diusulkan oleh DPRD sepanjang tidak mengakibatkan peningkatan
defisit anggaran.
§
Pengambilan keputusan oleh
DPRD mengenai Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
§
APBD yang disetujui oleh
DPRD terinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan, dan
jenis belanja.
§
Apabila DPRD tidak
menyetujui Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud, untuk membiayai
keperluan setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Bank Sentral
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam
penetapan dan pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah
§
Pemerintah Pusat
mengalokasikan dana perimbangan kepada Pemerintah Daerah berdasarkan
undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Saat artikel ini terakhir
disunting, undang-undang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang berlaku
adalah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
§
Pemerintah Pusat dapat memberikan
pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah atau sebaliknya. Pemerintah
wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan salinan setiap perjanjian
pinjaman dan/atau hibah yang telah ditandatangani.
§
Pemberian pinjaman dan/atau
hibah sebagaimana dimaksud dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat.
§
Pemerintah Daerah dapat
memberikan pinjaman kepada/menerima pinjaman dari daerah lain dengan
persetujuan DPRD.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah/Lembaga Asing
Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada
atau menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan persetujuan
DPR.
Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat
sebagaimana dimaksud dapat diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah/Perusahaan
Negara/Perusahaan Daerah. Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah
ditandatangani.
Hubungan Keuangan antara Pemerintah dan
Perusahaan Negara, Perusahaan Daerah, Perusahaan Swasta, serta Badan Pengelola
Dana Masyarakat
Pinjaman, Hibah, dan Penyertaan Modal
§
Pemerintah dapat memberikan
pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada dan menerima pinjaman/hibah dari
perusahaan negara/daerah. Pemerintah wajib menyampaikan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan salinan setiap perjanjian pinjaman dan/atau hibah yang telah
ditandatangani.
§
Pemberian
pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana
dimaksud terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD.
§
Menteri Keuangan melakukan
pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan negara. Gubernur/bupati/walikota
melakukan pembinaan dan pengawasan kepada perusahaan daerah.
§
Pemerintah Pusat dapat
melakukan penjualan dan/atau privatisasi perusahaan negara setelah mendapat
persetujuan DPR. Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau
privatisasi perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.
§
Dalam keadaan tertentu,
untuk penyelamatan perekonomian nasional, Pemerintah Pusat dapat memberikan
pinjaman dan/atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah
mendapat persetujuan DPR.
Pembinaan dan Pengawasan kepada Badan
Pengelola Dana Masyarakat
§
Menteri Keuangan melakukan
pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat
fasilitas dari Pemerintah Pusat. Yang dimaksud dengan badan pengelola dana
masyarakat di sini tidak termasuk perusahaan jasa keuangan yang telah diatur
dalam aturan tersendiri.
§
Gubernur/bupati/walikota
melakukan pembinaan dan pengawasan kepada badan pengelola dana masyarakat yang
mendapat fasilitas dari Pemerintah Daerah.
§
Ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi badan pengelola dana masyarakat
yang mendapat fasilitas dari pemerintah. Artinya, badan pengelola dana
masyarakat harus mengelola dana masyarakat secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pelaksanaan APBN dan APBD
Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang,
pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden. Setelah APBD
ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya dituangkan lebih lanjut
dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pelaksanaan APBN
§
Pemerintah Pusat menyusun
Laporan Realisasi Semester Pertama APBN dan prognosis untuk 6 bulan berikutnya.
Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada DPR selambat-lambatnya pada
akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR
dan Pemerintah Pusat.
§
Penyesuaian APBN dengan
perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPR dengan Pemerintah
Pusat dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi:
§
perkembangan ekonomi makro
yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
§
perubahan pokok-pokok
kebijakan fiskal;
§
keadaan yang menyebabkan
harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja;
§
keadaan yang menyebabkan
saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran
yang berjalan.
§
Dalam keadaan darurat
Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang
selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam
Laporan Realisasi Anggaran. Pengeluaran tersebut termasuk belanja untuk
keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Undang-Undang tentang APBN
yang bersangkutan.
§
Pemerintah Pusat mengajukan
rancangan undang-undang tentang Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan
berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud untuk mendapatkan persetujuan DPR
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Pelaksanaan APBD
§
Pemerintah Daerah menyusun
Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan prognosis untuk 6 bulan berikutnya.
Laporan sebagaimana dimaksud disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada
akhir Juli tahun anggaran yang bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD
dan Pemerintah Daerah.
§
Penyesuaian APBD dengan
perkembangan dan/atau perubahan keadaan dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah
Daerah dalam rangka penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran
yang bersangkutan, apabila terjadi:
§
perkembangan yang tidak
sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
§
keadaan yang menyebabkan
harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan
antarjenis belanja.
§
keadaan yang menyebabkan
saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran
yang berjalan.
§
Dalam keadaan darurat
Pemerintah Daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya,
yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan
dalam Laporan Realisasi Anggaran. Pengeluaran tersebut dalam ayat ini termasuk
belanja untuk keperluan mendesak yang kriterianya ditetapkan dalam Peraturan
Daerah tentang APBD yang bersangkutan.
§
Pemerintah Daerah
mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD tahun anggaran
yang bersangkutan berdasarkan perubahan sebagaimana dimaksud untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Ketentuan Lebih Lanjut
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam
rangka pelaksanaan APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur
perbendaharaan negara (terakhir Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN dan
APBD
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
§
Presiden menyampaikan
rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR
berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pemeriksaan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan selambat-lambatnya 2 bulan setelah
menerima laporan keuangan dari Pemerintah Pusat.
§
Laporan keuangan dimaksud
setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan negara dan badan lainnya. Laporan Realisasi Anggaran selain
menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja
setiap kementerian negara/lembaga.
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
§
Gubernur/Bupati/Walikota
menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan
Pemeriksa Keuangan, selambat-lambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan diselesaikan
selambat-lambatnya 2 bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah
Daerah.
§
Laporan keuangan dimaksud
setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan
Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan
perusahaan daerah. Laporan Realisasi Anggaran selain menyajikan realisasi
pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja satuan kerja perangkat
daerah.
Standar Akuntansi Pemerintahan
Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).
SAP disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat pertimbangan dari Badan
Pemeriksa Keuangan.
Apabila dalam waktu 2 bulan tidak memberikan pertimbangan
yang diminta, Badan Pemeriksa Keuangan dianggap menyetujui sepenuhnya SAP yang
diajukan oleh Pemerintah.
Ketentuan Lebih Lanjut
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan
negara diatur dalam undang-undang tersendiri. Saat artikel ini terakhir
disunting, undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004.
Ketentuan Pidana, Sanksi Administratif,
dan Ganti Rugi
Pidana dan Sanksi Administratif
§
Menteri/Pimpinan
lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan penyimpangan kebijakan
yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang
APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Kebijakan yang dimaksud tercermin pada manfaat/hasil yang harus dicapai dengan
pelaksanaan fungsi dan program kementerian negara/lembaga/pemerintahan daerah
yang bersangkutan.
§
Pimpinan Unit Organisasi
Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah yang terbukti
melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam
undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana
penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
§
Presiden memberi sanksi
administratif sesuai dengan ketentuan undang-undang kepada pegawai negeri serta
pihak-pihak lain yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam
undang-undang ini.
Ganti Rugi
§
Setiap pejabat negara dan
pegawai negeri bukan bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang merugikan keuangan negara
diwajibkan mengganti kerugian dimaksud.
§
Setiap orang yang diberi
tugas menerima, menyimpan, membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat
berharga atau barang-barang negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan
laporan pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
§
Setiap bendahara
sebagaimana dimaksud bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian keuangan
negara yang berada dalam pengurusannya.
§
Ketentuan mengenai
penyelesaian kerugian negara diatur di dalam undang-undang mengenai
perbendaharaan negara. Saat artikel ini terakhir disunting, undang-undang
mengenai perbendaharaan negara yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004.
Lihat
Pula
Referensi
·
·
·